Bicara tentang
langit biru siapa yang tidak menginginkannya. Langit yang begitu cerah, segar
dan mempesona. Langit yang sejuk dipandang oleh mata diberikan pencipta sebagai
bukti nyata akan kebesaran kekuasaan-Nya.
Jika melirik
kesekitar melihat hiruk pikuk dunia, tuanya bumi yang semakin hari semakin tak tertata
dengan rapi. Begitu padatnya aktifitas setiap manusia, begitu banyak kerusakan
alam yang terjadi semua disebabkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri.
Kini semua
dari kita menginginkan langit biru itu kembali. Langit yang segar dan nikmat
dipandang oleh mata. Lalu tugas siapakah ini? Langit biru milik kita semua. Maka
sudah menjadi tugas dan tanggungjawab kita semua untuk memulihkan kembali
langit biru tersebut.
Bukankah
alam adalah kehendak yang kuasa? Yah benar, tapi tidak sepenuhnya. Ada banyak
peran tangan manusia. Bukankah kerusakan-kerusakan alam di bumi desebabkan oleh
tangan manusia itu sendiri?
Kita semua bisa memilih dan mengambil peran untuk mengembalikan langit biru. Dimulai dari kehidupan kita sehari-hari yang ternyata dampak jangka panjangnya terlalu berpengaruh oleh bumi.
Mungkin
aku termasuk orang yang tersadarkan setelah mengikuti webinar yang
diselenggarakan oleh KBR (Kantor Berita Radio) dan YLKI (Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia) beberapa hari lalu
yang mengangkat tema “Pengguna BBM Ramah
Lingkungan”.
Aku baru
tau ternyata faktor BBM pun sangat mempengaruhi langit biru itu sendiri. Entah apakah
edukasi dan sosialisasi yang kurang masif atau aku yang memang tidak ingin tau
dengan hal yang demikian.
Setelah mendengarkan penjabaran yang sangat panjang, faktor pemilihan BBM pun sangat berpengaruh akan hal itu semua. Jujur kami yang berada dikalangan pas-pasan hanya tau harga BBM dan memilih yang termurah. Saat bebrapa tahun yang lalu langka dan hilangnya premium di masyarakat sangat membuat masyrakat gerang, bagaimana tidak? Premium yang menjadi konsumsi harian kendaraan kami dengan harga yang terjangkau seketika hilang diperadaban dan kami harus dipaksa menggunakan pertalite dengan harga yang begitu tinggi di atas premium.
Aku dan
kebanyakan masyrakat lainnya pun lebih memilih harus memutar berkali-kali pertamina
untuk mencari premium dari pada harus
membeli pertalite terlebih pertamax.
Kami beranggapan
bahwa pertalite dan pertamax hanya wajib dikonsumsi oleh kalangan elite ke
atas. Dan ini tidak cocok untuk kami yang hanya mendapatkan penghasilan
pas-pasan untuk makan. Tak jarang kami rela mengantri panjang untuk mendapatkan
premium, bahkan kami sampai hapal jam-jam premium datang ke pertamina. Jika tidak
di pagi hari sekali maka datangnya di malam hari sekali, dan kami selalu menantikan
jadwal itu untuk memenuhi kebutuhan kami.
Kini aku
tersadar, mengapa pemerintah dengan ngotot mengambil kebijakan yang seakan-akan
menekan kalangan bawah. Yah, semata-mata semua kebijakan yang ditetapkan adalah
untuk keberlangsungan bersama. Bukan hanya sepihak. Ternyata hilangnya premium
diperedaran adalah salah satu upaya pemerintahuntuk menyehatkan bumi kembali. Untuk
harapan kita semua agar tetap tenang dan nyaman menikmati keindahan di muka
bumi ini. Agar kita tetap bisa menghirup udara segar dan menatap indahnya
langit biru.
Aku sangat
berterimakasih sekali, mungkin jika tidak mengikuti webinar beberapa hari lalu,
hingga hari ini akau hanya memikirkan diri sendiri untuk tetap mencari premium.
Setelah mendapat ppengetahuan aku berazzam untuk membantu pemerintah memulihkan
bumi, mengembalikan langit biru dengan memilih BBM yang ramah lingkungan. Dan aku
akan berupaya membantu pemerintah untuk mensosialisasikan dan mengedukasi orang-orang
terdekat untuk beralih dari premium ke pertalite atau pertamax yang ramah
lingkungan demi tewujudnya langit biru itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar