Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Itulah sumpah yang acap kali kami (generasi
milenial) maupun generasi lainnya ucapkan kala hari sumpah pemuda. Hari dimana
kami tersadar bahwasanya negeri ini merdeka tidak lepas dari jasa para pemuda
di dalamnya.
Betapa naïf jika kami mengingkari Sumpah Pemuda yang merupakan satu
tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi semangat
untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia.
Namun nyatanya, hari ini, kami generasi Y ataupun
yang sering disebut dengan generasi milenial kembali hadir di tengah masyarakat
dengan issue media yang menjadi bahan pencitraan. Tidak dipungkiri memang,
betapa banyak generasi mileneal yang mengajak generasi X maupun Z untuk ikut
serta di dalamnya. Ketenaran, popularitas, followers, hastag, tranding topic,
eksistesi social, genre, idola branding, lifestyle yang kini bermunculan dan
menjadi sebuah keharusan.
Hingga terkenallah generasi milenial disebagian
orang sebagai generasi paling malas, karena hari-harinya di isi dengan gadget.
Mau makan, mau tidur, mau ke kamar mandi, sehabis shalat, di jalan, di ruang
public, dimana pun berada tidak terlepas dari gadget.
Selain itu pula generasi ini di cap sebagai Generasi yang cenderung apatis dan tidak kritis. Tidak
peduli dan terlalu santai dengan berbagai macam polemik yang ada. Jika masa lalu
pemuda bersatu, berjuang mempertahankan keadilan, maka hari ini hanya sebagian
saja yang peduli.
Belum lagi Generasi Milenial di cap sebagai
generasi yang cenderung Suka Pamer. Selalu update status, selfie, siaran langsung layaknya reporter yang
sedang meliput acara maupun emoticon-emoticon perasaan yang dishare di social
media.
Sampai perkara yang dekat menjauh dan yang mejauh
mendekat pun menjadi hal yang lumrah. Seakan-akan semua telah terkonsep dengan
apeek, terfasilitasi dengan baik.
Di era yang serba digital menjadi pendukung generasi
milenial untuk tetap eksistensi. Sedih rasanya eksistensi yang hadir dan yang
terlihat di kalangan orangtua adalah kebobrokan moral, akhlak, tingkah laku dan
sikap yang semakin menjadi. Betapa banyak generasi kami yang tidak lagi
memperdulikan lingkungannya. Tidak mengenal alam untuk sebuah mainannya, tidak
peduli dengan kehidupan tetangganya. Namun sebaliknya, mampu sangat amat peduli
dengan lingkungan nun jauh, beralasakan termotivasi dan semangat ketika
bersama-sama komunitas social media sana-sini yang diikutinya.
Dan Nampaknya generasi Y ini pun sukses menggiurkan
generasi X maupun Z untuk ikut serta di dalmnya. Sangat mudah sekali hari ini
kita temui generasi X maupun Z yang ikut bersikap layaknya generasi Y dengan
berjuta aktivitas baru di dalam social medianya. Itulah issue yang memang nyata
adanya.
Namun dibalik negatifenya sikap generasi milenial
hari ini, masih ada banyak dibelaah bumi yang amat luas ini generasi Y yang
berfikir dan bersikap postif. Yang menunjukkan kreatifitas kemancanegara, yang
berprestasi di dunia. Yang kreatife dan inovatif dalam berusaha.
Generasi milenial tidak hanya
bekerja keras untuk memamerkan prestasi di media sosial, namun juga untuk
memenuhi tuntutan dunia profesional. Dan ketika seseorang memiliki segudang
prestasi, media yang akan mengekspos prestasi mereka sebagai bahan berita.
Masih banyak generasi Y yang hadir di tengah-tengah
masyarakat mengikuti trendy namun tetap syar’i. mengikuti trendy yang sesuai
para pemuda di era masa perjuangan. Yang mencoba mengenal dan mencintai
negerinya Indonesia. Seperti ujar Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengungkapkan
pentingnya generasi milenial mengenal Indonesia secara utuh. Dengan demikian
generasi muda bisa bangga dan mencintai bangsa dan ciri khas
keindonesiaannya."Ini penting agar mereka bisa mengenal Indonesia secara
lebih dekat. Karena tidak mungkin ada rasa cinta dan bangga, kalau mereka tidak
mengenalnya," ungkap Hidayat saat dialog MPR Rumah Kebangsaan di ruang
Presentasi Perpustakaan MPR RI, Kamis (19/10).
Bahkan presiden Indonesia pun berujar Kemunculan generasi Y (sebutan lain dari generasi
milenial) sebagai agen pembawa perubahan akan sangat mempengaruhi pasar baik
politik maupun ekonomi Indonesia dalam kurun 5-10 tahun ke depan. Hal ini
diutarakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menghadiri Rapat Pimpinan
Nasional (Rapimnas) I Partai Hanura Tahun 2017.
Hingga MENKEU pun ikut serta mendukung
generasi milenial untuk menjadi tombak kesuksesan ekonomi bangsa. Terbukti
dengan kreatifitasnya dunia jual-beli online yang semkain pesat berkembang.
Dan hari ini PKS hadir di tengah-tengah generasi
milenial. Sudah tidak asing lagi, PKS hadir untuk mewujudkan asa sebagian
generasi milenial yang ada. Hadir mendukung dan mensuport serta mengajak ke
dalam kegiatan-kegiatan positif. Hadirnya PKS muda seolah-olah mengajarkn
kepada generasi ini tentang Indonesia memang akan sukses dengan para pemudanya.
PKS mengajarkan kepada generasi ini untuk mulai peduli, belajar dan bersaing
karya.
Betapa banyak cara yang dilakukan PKS untuk
menggaet para generasi milenial ini. Mulai dari social media maupun kopdar
komunitas. Berbagai macam perlombaan pun acap kali dilaksanakan guna
mengarahkan generasi ini untuk tetap dan terus berkarya, berkarya untuk negeri
dan bangsa ini.
Hingga akhirnya dengan Sumpah Pemuda yang sering
dilontarkan minimal satu tahun sekali itu membuat para pemuda meyakini bahwa
untuk dapat merdeka, maka sudah tak lagi bisa berjuang sendiri, melainkan
bersama-sama.
Itulah sebabnya hari ini banyaknya hadir para
komunitas anak muda yang mencoba untuk saling berbagi, membantu, memberikan
edukasi ke pelosok-pelosok.
Milenial.. begitulah bunyi trendinya. Seakan-akan
sosok emas yang hadir di tengah-tengah masyarakat, menjadi sebuah rebutan untuk
dipergunakan. Yah, dipergunakan dengan zaman yang semakin modern namun tidak
berkarakter atau sebaliknya, dipergunakan sebagai generasi harapan bangsa melalui
ide kreatifenya.
Milenial.. hadirnya dinantikan banyak orang. Ada
harap, ada cemas, ada ketidakpastian, namun ianya tetap bermuncul dengan identitasnya
masing-masing. Inilah saatnya kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk
membuktikan Milenial bukan tentang generasi yang buruk dan tidak
bertanggungjawab, akan tetapi kami hadir sesuai dengan yang diharapkan Tuhan.
Menjadi salah satu generasi yang dirindukan untuk menjadi pemimpin da khalifah
di muka bumi ini. Mengaajak yang makruf dan mencegah yang munkar. Berprestasi
untuk negeri serta menghasilkan banyak karya dan memperlihatkannya pada dunia.
وَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah
mereka dengan cara yang baik.” (Al-Muzammil: 10)
Coba kita renungi baik-baik. Ayat di
atas jika kita samakan dengan kondisi pemuda zaman sekarang, maka akan bertemu
di sebuah titik yang sangat jelas, terang, seterang cahaya matahari di waktu
Zhuhur. Pemuda? Kata yang memiliki yang makna penting bagi kehidupan masa depan
sebagai bukti mari kita lihat kembali Ir. Soekarno;
“Berikan Aku 1000 Orang Tua maka akan Aku Cabut Semeru dari
Akarnya”
“Berikan Aku 10 Pemuda maka akan Aku Guncangkan Dunia!”
Lihat betapa dahsyatnya perkataan presiden Soekarno tentang
pemuda. Tetapi, jika kita lihat pemuda zaman sekarang yang mudah terbawa arus,
gampang terprovokasi, menyimpang dari jalan kebenaran, maka ayat ini bisa
menjadi salah satu solusi, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan”.
Setelah kita berhasil bersabar dan tetap pada pendirian yang kita pegang maka
Allah SWT juga memberikan cara yang terbaik kepada kita, “Jauhilah mereka
dengan cara yang baik.”
…وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ…
“…dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (An-Nahl:
125)
Kita lihat ayat di atas berbicara tentang tata cara berdebat yang
baik. Mengingat ayat ini, maka sepantasnyalah kita juga mengingat perkataan
seorang ulama besar yang telah menulis banyak kitab-kitab terkenal di berbagai
cabang ilmu pengetahuan seperti: Al-Umm, Ar-Risalah, Fiqh Sunnah.
Ya, dialah Al-Imam Asy-Syafi’i Rahimahullahu ‘Alaih;
“Al-Khuruj Minal Ikhtilaaf… Musatahabbun”
“Keluar dari perbedaan adalah sunnah”
Akan tetapi ulama lain juga mengatakan bahwa “Perbedaan adalah
Rahmat”. Ya, keduanya benar. Keduanya memiliki hujjah yang
kuat. Oleh karenanya di sinilah kita harus mengaplikasikan ayat di atas, “… dan
debatilah mereka dengan cara yang baik…” Kita sebagai pemuda tidak bisa asal
mendebat orang yang berdalil dengan perkataan Imam Syafi’i, karena mereka
berdalil dengan pendapat itu pasti mempunyai hujjah. Kita juga tidak bisa
mendebat orang yang berdalil dengan perkataan ulama terakhir, karena mereka
berdalil dengan pendapat itu juga pasti mempunyai hujjah. Yang benar, kita
harus menyatukan pendapat mereka berdua tanpa ada yang merasa tersakiti atau
tersinggung.
Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Hidup pemuda, hidup
generasi milenial, hidup pks muda.
*Note : Edisi Telat Post, Sumpah Pemuda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar