Pukul 17.50
waktu di layar handphone sore itu, sedang berlangsungnya puncak acara, sedang
fantastis dimana detik-detik launching buku bunda Asma “Bidadari Untuk Dewa”. Ruang
teater saat itu sedang haru dan gemuruh, melihat, mendengarkan dan menyaksikan Coach
Tendi Murti, Bunda Asma, dan Bidadarinya sang Kang Dewa, Teh Wiwik yang sedang
talkshow tentang buku tersebut. Peserta yang pada antusias kepo maksimal.
dengan menyampaikan banyak pertanyaan, belum lagi yang haru sembari berlinangan
air mata sehingganya tersedak-sedak saat bertanya. Bisa dikatakan moment baper-baperan di puncak
acara, bagaimana tidak, kisah Kang Dewa dan bidadarinya sangatlah bagus untuk
diambil pembelajaran untuk para jomblowers maupun sepasang suami-isteri.
Hingga pukul
18.00 dengan resminya buku di launching acarapun diselesaikan. Sudah ku duga
pasti selesainya maghrib, di roundow saja 17.30.
Kami pun
meninggalkan ruang teater satu persatu menuju pelantaran depan, walau sebagian
masih ada yang berada di dalam untuk bertanya dengan sang MC terkait kelas Pak
Ipho Santosa yang ditawarkan tadi siang.
Aku, Mb Arie,
Mb Yekti, Umi Neny, Ari, Nisda, kami ber-Enam berkumpul di depan seputaran
bazar.
“Mau pada
shalat dimana?” ujarku menatap Mb Arie dan Nisda yang memang hanya mereka
berdua yang shalat.
“Di terminal
saja” ujar Mb Arie
“Kita jam
berapa tiket pulangnya? Jadi jam 21.00?” tanyaku penasaran, karena sebelumnya
kami memang merencanakan untuk kembali pukul 21,00
“Tiket yang jam
21.00 habis, kita kebagian jam 20.00” sahut Mb Yekti
“Apa? Yah.. gak
jadi jalan-jalan dong,”
“Kalau begitu
kita harus buru-buru menuju terminal Gambir,” pendapat salah satu dari kami
“Yasudah ayo,
pesen go-carnya” ujar Mb Arie
“Yah. Hapeku
kan lowbet. Lalu bagimana?” keluh ku pada mereka
“Minta pesankan
saja, atau sembari menunggu coba cari tempat casan dulu.” Ujar Ari.
Dan kami pun
berpencar. Umi Neny menemui sanak-saudaranya, Ari, mb Arie dan Nisda berburu
buku di stand bazar, aku dan mb Yekti menuggu
handphone yang sedang berusaha dihidupkan. Kebetulan hanya hpku yang mempunya
aplikasi go-carnya.
Sedang
berupaya, namun apalah daya tidak bisa instan terpenuhi, sedangkan waktu terus
berjalan.
“Umi minta
tolong pesankan saja, hp desli masih low” ujarku pada umi.
“Oke tunggu
ya..”
Dan beberapa menit
kemudian go-car pun telah dipesan, kami bersiap-siap menuju stasiun gambir.
Namun di sela-sela menunggu kedatagan go-car Mb Yekti dan Ari ingin sekali foto
bareng dengan bunda Asma Nadia. Maksud hati memanggil mereka untuk menuju ke
pintu depan gedung dikarenakan go-car sudah mau sampai eh justru aku pun ikut
terjebak dihampitan para fans bunda.
Saat itu ada
seorang gadis bertanya dengan bunda, namun bunda Asma selalu menatap ke arahku dan
Ari, seolah-olah kamilah yang bertanya tadi. Sedangkan mb Arie sudah
memanggil-manggil dari kaca depan untuk pulang. Tidak bisa berkutik, tidak
mungkin disaat bunda mengajak bicara kita tinggalkan, akhirnya aku pun
mengangguk-ngangguk saja, sembari tangan ini memegang dan berbisik ke Ari, Ri..
gimana nih, bunda matanya ke kita aja, bunda ngejawabnya ke kita, padahlkan
yang bertanya mereka, aduhh salah orang nih, sudah dituggu go-car di depan. Iya
nih bagimana.. dan mb Arie pun datang menghampiri bermaksud mengajak kami ke
luar dari tempat itu. Tidak lama kemudian ada wanita lain yang memeluk bunda
dan meminta foto, dan disaat itulah kami pun langsung pamitan dengan bunda
untuk pulang, dan menyempatkan selfie sebentar.
Kami ber-Enam keluar
menuju pintu gerbang Taman Ismail Marzuki menghampiri abang go-car yang sejak
tadi menunggu. Meluncur menuju stasiun gambir.
Sesampai di
stasiun, Tiga orang diantara kita shalat, dan tiga lagi tidak. Disela-sela yang
lain sedang shalat maghrib yang dijamak isya, aku dan Mb Yekti mencari-cari
jalan masuk menuju Monas. Kami mengintip lewat gerbang depan mushola. Sangat
disayangkan, berwisata di dalam monas cancel, Karena waktu sudah malam dan
mepet pulang. Padahal ini kali pertama saya ke Monas, awalnya kami merencanakan
pagi tadi, namun gerbangpun masih di tutup.
Kami pun
bertiga keluar stasiun menuju pintu gerbang Monas yang di tutup. Banyak bajaj
yang menawarkan untuk masuk ke Monas melalui pintu utama yang terbuka. Mau
nekad jalan.. tapi muternya 1KM. dan dengan rendah hati kami memutuskan lain
kali saja kalau begitu, kami pun menyempatkan foto sebentar di depan gerbang
yang terkunci.
***
Kembali ke
stasiun, mencari makan dan pulang. Sepanjang perjalanan bus menuju merak aku bersama
umi Neny bercakap-cakap, banyak hikmah yang bisa diambil dan didapatkan
terutama tentang kepenulisan, hingga tiba-tiba mata terpenjam.
Pukul 22.00 bus
memasuki area kapal di pelabuhan merak, menuju pelabuhan Bakhauheni.
Ada kisah yang
menyayat hati di kapal malam itu … baca selengkapnya disini...
(https://desliyaninatalia.blogspot.co.id/2017/10/tragedy-kapal-malam.html#more)
(https://desliyaninatalia.blogspot.co.id/2017/10/tragedy-kapal-malam.html#more)
Yang jelas
kepergian ke Jakarta Hari itu seperti mimpi. Malam ahad pergi, tertidur di
perjalanan, bangun subuh sudah di Jakarta. Lalu Malam Senin pulang, tertidur di
jalan, Subuh 03.00 sudah sampai di Tanjung Karang. Kepergian sehari ini
bagaikan mimpi di malam hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar