Waktu itu adalah hari ketiga aku
mengikuti ujian sekolah. Seperti biasa dengan penuh semangat aku ingin
cepat-cepat sampai disekolah. Dengan rasa penasaran dan percaya diri, kali ini
aku pasti bisa lebih baik lagi mengerjakan soal matematika. Karena kemarin dan tadi pagi sudah banyak pembahasan dan
latihan yang ku lakukan.
***
Ketika aku sampai disekolah, Bel
berbunyi teet…teet…teet…
Bertanda kalau siswa harus
memasuki ruangan yang sebelumnya harus berbaris di depan kelas. Ya, itu yang selalu kami lakukan,
seperti biasa pula doa bersama sebelum belajar dilantunkan, ini semua agar para siswa
mendapatkan ketenangan dan kelancaran dalam menjawab soal-soal ulangan.
Salampun kami ucapkan kepada pengawas, lalu setelah itu pengawas membagikan
soal-soal dan lembar jawaban kepada para peserta ujian.
Ketika saat itu salah seorang temanku bercanda dengan
menanyakan soal matematika kali ini. “soalnya mudah-mudah atau gak yahh???” dan
kebetulan sang pengawas sedang membagikan soal di meja tempat aku duduk.
Pengawas tersebut langsung menjawab becandaanya teman ku dengan raut wajah
sipek.... “mudah dong,, kan pagi-pagi sudah pada dapat jawaban lewat sms”??!!. Seketika
aku terkejut didalam hati,
melihat ekspresi sang pengawas yang sangat tidak mengasyikan untuk dilihat.
Lalu aku pun menjawab,,, “ih,, ya gak semua kali buu”. Jawab ku untuk
meyakinkan ke pengawas bahwa tidak semua siswa yang mencontek jawaban atau
mendapat kiriman sms. Karna aku sendiri pun tidak mau melihat jawaban yang
dikirim lewat sms atau mencontek secara langsung. Memang Seperti biasa jawaban
yang terbang lewat sms sudah tidak asing
lagi. Walau begitu kami berharap agar pengawas masih bisa menghargai hak
siswa-siswa yang masih bekerja dengan kemampuannya sendiri. Sungguh kami kecewa
karna dari sekian banyak pengawas hanya beberapa orang saja yang bisa
menghargai kami. Aku sangat merasakan hal itu, suatu ketika aku sedang buntu dan kepusingan dalam
berfikir mencari jawaban matematika,
tiba-tiba sang pengawas mencetuskan omongannya... “cepat ya ngerjaiinnyaa, kan
tinggal dibulet-buletin aja..”. entah mengapa ketika mendengar perintah itu hati
ini rasanya dongkol sekali, aku jadi kepingin cepat-cepat menyelesaikannya,
padahal waktu yang tersisa
masilh banyak sekali. Karna perintah itu aku merasa terburu-buru untuk
mengerjakan, sedangkan soal yang ku kerjakan baru 20 buah, itupun masih ada
soal-soal yang belum kutemukan jawabannya. Waktu terus berjalan dan
sepanjang perjalanan waktu itu sang pengawas ngomel-ngomel, kalau ini lah, itu
lah, dsb... dengan maksud dan tujuan mencap jelek sekolah kami. Aku pun menjadi
tidak konsentrasi lagi. Dari kejadian itu ada kata yang sangat ingat dan
melekat sekali di otakku. Dia berkata begini.. “gimana bangsa ini mau maju,
kalaw ngerjain soal begini aja lama banget”. Mendengar omongan yang seperti itu
salah satu temanku menjawab…”ih songong amat geh ibu ini,,” sungguh kata-kata
itu spontan dikeluarkan dari mulutnya, karna emosi yang sudah memuncak dengan
cara sang pengawas.
Lalu tidak lama kemudian bel tetangga (sekolah
lain) yang tempatnya berada disamping sekolahku berbunyi, dan sang pengawas
memberi perintah kepada kami untuk mengumpulkan lembar jawaban kita semua. Lalu
kami pun menjawab perintahnya sang pengawas,,,,, “bu, itu kan
bel sekolah sebelah, mereka kan
memang masuk lebih awal dari kami, waktu kami itu masih ada setengah jam lagi
bu…” saut kami yang sangat kesal dengan sang pengawas. Dengan memecahkan konsentrasi
kami, pengawas sambil berkeliling, dan kebetulan beberapa orang di kelasku
sudah selesai mengerjakan, dan sang pengawas pun mengambil lembar jawaban
mereka.
“haduuhh,,,, gimana ini aku masih
banyak yang belum dijawab, (ngegerutu) aku didalam hati”. (Ya Allah aku pasti
bisa, bantu aku ya Allah, beri aku kemudahan).
Beberapa menit kemudian
teman-teman dari kelas lain mulai keluaran satu/satu.
Dengan ekspresi yang sangat
menyibukkan kami, sang pengawas nyeleneh lagi..
”mana harga diri kelas ini, kelas
lain sudah pada keluar kok kalian belum..”. kami pun langsung menjawab sambil
asyik membulatkan jawaban yang belum terisi.
“bu, waktu kan masih banyak, jangan ngegupekin kami
gitu dongg..”
“ya ibu siih terserah mau
jawabannya yang diambil atau harga diri kelas ini yang diambil”. Kata sang
pengawas.
Namun sayang omelan sang pengawas
tidak mempengaruhi kami,, kami tetap asyiik dan fokus mengisi jawaban yang
belum terisi.
Mendesak.. mendesakk.. dan terus
mendesakk..
Sang pengawas pada saat itu
sangat mengacaukan situasi. Satu/satu lembar jawaban pun mulai diambil. Kondisi
yang sangat tidak memungkinkan, masih banyak soal yang belum ku jawab. Saat itu
pula sang pengawas sedang menunggu aku dan beberapa teman lain. Melihat aku
belum selesai salah satu temanku datang menghampiri aku. Dan dia memberikan
jawaban pada ku, namun aku berusaha untuk menolaknya, karma aku masih ingin
menjawab dengan sendiri. Namun pada saat itu sang teman dan pengawas bersikap
sangat mendesak diriku untuk cepat mengumpul lembar jawabanku… aku sangat
bingung, tangan ini bergetar, apa yang harus ku perbuat, aku sudah berjanji
untuk tidak mencontek. Tetapi sayang dengan situasi yang demikian aku terpaksa
harus menereima jawaban dari temanku. Sambil ku berdoa didalam hati..”Ya Allah,,
ampuni aku dari dosa-dosa ini, ampuni hamba karna kali ini hamba terpaksa
berbohong, aku tahu kau maha melihat lagi maha teliti, aku berharap engkau
tidak marah padaku..”
Seketika itu air mata ini
terjatuh, hingga aku selesai mengerjakannya. Saat itu pula sang pengawas
berlalu begitu saja. Aku menangis,, rasanya ada sesuatu yang mengganjal dihati
ini, aku baru saja berbuat curang, aku memang bodohh, kenapa aku terima jawaban
tadi.. (menggerutu di dalam hati)… aku menangis, dan semakin banyak air mata
ini yang terjatuhh. Aku berjalan keluar kelas menuju mushola, seperti biasa aku
akan melaksanakan shalat dhuha. Namun entah kenapa disepanjang jalan air mata
ini tetap berjatuhan, hingga menjadi sebuah pertanyaan bagi semua orang yang
melihatku, kelas demi kelas ku lewati, mereka semua bertanya namun aku hanya
bisa menggelengkan kepala saja. Dan aku berlalu begitu saja hingga menuju
mushola (di ujung sekolah dekat toilet dan uks). Aku melihat teman-temanku
sudah berada disana. Dengan air mata yang lebih deras, aku curahkan kepada
sahabat-sahabatku. Aku ceritakan kepada mereka semua apa yang terjadi padaku,
mereka ikut bersedih dan mencoba menenangkan aku kembali, mereka membujukku
agar aku dapat mengikhlaskan semua itu. Sungguh memanglah sangat berat sekali
namun aku harus tetap bisa mengikhlaskannya. Aku pun mulai menenagkan diri
dengan mengadu kepada sang pencipta. Lalu kucoba untuk menghentikan air mata
ini, walau masih sulit rasanya..
Bel berbunyi.. teeeeet..teetttt..
bertanda siswa harus masuk kekelas. Kini pelajaran yang kedua. Aku mencoba
fokus dan konsentrasi lagi, walau pedih jika mengingat kejadian tadi pagi. Ku
coba untuk tetap sabar dan ikhlas, aku jalani semua dengan membangun semangat
baru.
Aku hanya berpesan kepada para
pengawas, tolonglah hargai hak kami, tolong beri kami kesempatan untuk tetap
berfikir. Tolong jangan ambil hak kami yaitu mengerjakan soal dengan
konsentrasi dengan cara mengambil waktu kami terlalu cepat.
Mungkin banyak pendapat yang
tidak suka dengan sikap yang aku lakukan untuk tidak mencontek. Banyak orang
beranggapan bahwa hal yang demikian adalah sok pintar, pelit, tidak solid, sok
suci dan lain sebagainnya. Tetapi hal ini aku lakukan tidak lain mempunyai
alasan yang jelas.
Coba deh difikirkan kembali, kita mencontek,
memang hal itu mudah dah sudah biasa dilakukan sebagian orang, kekompakan
sangatlah dibutuhkan. Tetapi tanpa disadari hal ini telah menjerumuskan dalm
perbuatan dosa, kita sama saja dengan membohongi semua orang, membohongi diri
sendiri bahkaan membohongi sang pencipta. Sudah sanggupkah kita semua
menanggung beban tersebut.
Seperti kata pengawas tadi..”Bagaimana
Bangsa ini mau maju, jika mengerjakan soal begini saja lama betuull”. Seorang
guru sebaiknya tidaklah pantas berkata yang demikian. “Bagaimana Bangsa ini mau
maju, kalau dari kecil saja sudah diajarkan Berbohong”. Kalau demikian wajar
dongg banyak para Korupsi di Negeri ini.
Oke lahh menghadapi UN semua
orang menjadi was-was, dari murid, guru, serta para pengawas. Tetapi sebenarnya
dan sesungguhnya apakah yang di as-was kan
itu??? Hasilnya?? Kenapa harus was-was.
Kalau kita belajar, berusaha, berdoa serta mempunyai keyakinan yang kuat
yakinilah kita pasti bisa. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Yang
dibutuhkan sebenarnya bukanlah hasil yang baik melainkan proses yang maksimal.
Kalau semua sekolah sudah mempunyai trik-trik tersendiri dalam mencontek, lalu
buat apa selama tiga tahun ini kita belajar?, buat apa pada saat ulangan harian
suasana guru sangat diperketat?, buat apa pihak sekolah sibuk mengadakan bimbel
sampai menunda waktu pulang, buat apa para siswa dan orang tua sibuk mencari
tempat kursus atau privat ???, nah kalau
ujung-ujungnya alternatife yang digunakan adalah mencontek. Lalu sia-
sia dan percuma dong semua yang telah
dilakukan.
Dan yang sangat tersadis lagi
jika masih ada sekolah yang rela mengeluarkan uang berjuta-jutaan untuk membeli
soal. Lantas kalau begini untuk apa diadakannya Ujian Nasional. Kalau masih ada
yang sepicik ini, coba dehh kita sama-sama megubah pola pikir, menghapuskan
kata mencontek di negeri ini. Para murid,
guru, serta para pengawas coba deh tidak usah lagi melakukan dan sibuk beraksi
dengan berbagai cara untuk menjawab ujian dengan cepat dan mendapatkan hasil
yang terbaik. Kita semua pasti lulus kalau kita mau belajar dan berusaha
semaksimal mungkin. Bukankah semua Takdir telah ditetapkan oleh sang Pencipta,
kita serahkan saja hasilnya kepada Takdir, yang terpenting kita sudah ada
usaha, bukan berarti menyerahkan pada Takdir, tetapi kita hanya bisa Pasrah saja.
Mohon maaf sebelumnya jika
tulisan ini tidak berkehendak dihati para pembaca.
Aku sebagai pelajar serta pemuda penerus
bangsa ini merasa sangat amat kecewa saja. Ujian Nasional justru di jadikan
ajang bermaksiat.
“Tidakkah engkau mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah melihat (segala perbuatannya)”. (al alaq 14)
Saudaraku yakinilah dengan
potensi kita. Kita pasti bisa kok..
Semuanya kembali kepada diri
sendiri.
“manakah yang kebanyakan orang
memilih..
hasil bagus namun penuh
kebohongan,
atau mempertahankan keyakinan yang penuh
dengan rintangan.”
Selamat memilih keputusann,,
Salam damai selalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar